RSS

Tersenyum dengan Saling

sudah sepuluh menit, dan kita masih diam bertatapan. tapi tidak hampa, setidaknya karena kita saling melemparkan senyuman. ya, senyum yang terpampang secara tiba-tiba sejak kita bertemu, berdua saja.

aku masih tak paham dengan maksud senyumanmu, pun senyumanku. mungkin senyumku hadir karena senyummu datang lebih dulu? ah, khayalku saja. atau, senyumku yang membawa senyummu hadir untuk merecoki pertemuan kita ini?

dulu, seingatku, kita tak pernah saling melempar senyuman selama ini. hanya sekedipan mata saja, sepertinya. apa yang Tuhan telah perbuat pada diri kita? hendakkah kita dijadikan-Nya beribadah saat bersama? ya, karena senyum itu ibadah. katanya.

sampai kapan kita akan tersenyum begini? ya, kita. aku dan kamu, berdua saja.

aku tak hendak mencari sesuatu untuk memudarkan senyumku, pun senyummu. tapi, bukankah senyuman tanpa sebab hanya akan membuat saki otot-otot pipi kita? meski tak lebih sakit dari mendapatkan senyuman palsu.

begini fikirku, apakah ini senyum kepura-puraan?

ayolah, kita jadikan sederhana saja. spontanitasku tersenyum ketika sepuluh menit lalu adalah karena aku menyukaimu, dengan sangat. bahkan lebih. lalu, apakah senyummu itu?

jangan djadikan rumit, tolong. kita sudah cukup lama merasakan ini. senyuman yang bertahan sudah sepuluh menit ini tak lebih menyakitkan dari perasaan-perasaan yang dipendam sejak lama.

kita tengah berkisah, kasih. hanya saja belum dimulai dengan resmi, seperti ijab-kabul yang diucapkan di hadapan penghulu dan wali, serta para saksi.

senyuman kita sama, rupanya. alasan dibalik hadirnya senyummu itu adalah sama dengan alasan kehadiran senyumku.

aku ingin memiliki senyummu itu, kau berikan hanya kepadaku, tidak terbagi-bagi dengan alasan yang juga sama dengan alasan senyummu kepadaku. biarkan aku yang merawatnya.

kau tahu, senyuman dapat menjadi apa saja selain kebohongan dan kepura-puraan?
ya, ia dapat menjadi penghangat dari kesedihan, mendinginkan setiap amarah, seperti penyihir saja.

aku ingin kita berkata-kata, kasih. tak ingin selamanya hanya saling tersenyum seperti ini. berkata-kata yang sulit sekali diucapkan, berkata-kata yang membuat lidah seakan kelu ketika hampir saja kata-kata itu keluar dari mulut kita. ya, ketika kata-kata sudah di ujung lidah bahkan.

kita punya cerita di balik senyuman kita sendiri-sendiri, senyum yang saling kita hadiahkan saat ini.

senyuman ini menghentikan lidahku untuk menyampaikan perasaan-perasaanku padamu. dan senyummu, membekukan lidahku untuk melontarkan kata-kata yang sudah di ujungnya.

aku pikir kita serasi, saling melengkapi. senyuman kita telah membuktikannya. bisakah itu menjadi milikku seorang? hanya aku. biar aku yang merawatnya, biar kubuat tumbuh subur di tengah-tengah kita, kasih.

jangan kau pudarkan senyuman untukku itu, karena juga akan memudarkan perasaan-perasaanku padamu.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada September 13, 2012 inci #30HariLagukuBercerita

 

serius

waktu aku bilang aku sayang kamu, itu serius. sama seriusnya kayak waktu aku lagi ujian nasional.

tapi kamu ngiranya aku bercanda, karena kata-kata itu klasik, cenderung basi.

kata “sayang”, ya selamanya “sayang”. ga akan berubah jadi yang lain.

aku bukan pujangga atau penyair, ga pandai merangkai kata-kata.

lagipula, bukannya emang cuma itu kata-kata umum yang mudah dipahami?

selain itu ya “i love you” lah, ” je t’aime” lah, sama basinya kan?

kita deket kayak gini udah lama. apa cuma karena aku ga tau harus pake kata-kata apa nyampeinnya ke kamu, kamu jadi ga mau terima aku?

kita bisa deket kayak gini bukannya karena kita punya sense of belonging?

kita udah sama-sama dapet chemistry tapi kamu ilfil cuma perkara kata-kata basi dan klasik versi kamu itu?

lagipula, bukankah kasih sayang itu lebih dari sekedar kata-kata?

 

#30HariLagukuBercerita

inspired by TheAATS – Ca Oong Cih?

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada September 10, 2012 inci Uncategorized

 

Untuk Anakku

tiga tahun yang lalu, aku resmi bercerai dengan ibumu. hari dimana dua yang berikutnya adalah ulang tahunmu. jangan kau pikir aku tak peduli, karena air yang jatuh dari sudut mataku, tiada lain adalah kesedihan.

ya, aku berpisah dengan ibumu, tepat dua hari sebelum kau genap berusia lima tahun. usia saat mana kau sungguh tak mengerti arti perceraian. usia saat kau baru lancar mengucap kata “ibu” dan “ayah”.

dua hari setelah perceraianku dengan ibumu, aku meneleponmu, nak. aku mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu, dari seberang gagang telepon yang sedang kau genggam dan kau letakkan di telingamu saat itu. aku tau kau yang mengangkatnya, nak. namun bahkan kau tak tahu aku siapa. mungkin saat itu kau tak paham apa itu “ayah”, hanya mengerti bagaimana mengucapnya.

meneteskan air mata sebanyak mungkin takkan bisa membuatmu mengerti, bahwa aku adalah ayahmu. karena sederas apapun sudut mana ini meneteskan airnya, bahkan aku yang pemiliknya tak bisa mendengar suaranya.

tahun-tahun masa pertumbuhanmu, aku selalu sibuk dengan kegiatanku sendiri, menenggelamkanmu dari arti kasih sayang seorang ayah. kau kutinggalkan berkeliling kota, tak kubiarkan kau memahami kasih sayang seorang ayah. salahku.

kini aku tak lagi bersamamu, berada dalam hari-harimu. kau dibesarkan dengan kepincangan, tanpa sosok seorang ayah, pun kasih sayangnya. aku tahu bagaimana rasanya, karena aku juga mengalaminya saat usia enam tahun. bahkan aku baru mengerti apa itu perceraian saat menginjak usia sembilan tahun.

bukan maksudku untuk membuatmu merasakan apa yang pernah kurasakan, tumbuh pincang tanpa kasih sayang seorang ayah. ini bukan balas dendam, sungguh. aku hanya tak paham bagaimana menjadi seorang ayah, kala itu. karena sekali lagi,pun aku tak merasakan bagaimana kasih sayang seorang ayah. sekali lagi ini salahku, sungguh

kini usiamu delapan tahun, sudahkah kau mengerti apa itu perceraian?

kini usiamu delapan tahun, apakah kau mengerti apa itu ayah?

kini usiamu delapan tahun, mungkinkah kau merindukan diriku?

ibumu, apa ia menceritakan tentangku? apa yang ia ceritakan? aku yang berada jauh darimu, sejak dulu. bahkan sejak aku masih menjad suami ibumu.

pengetahuan apa yang kau dapat tentangku, nak? siapa yang menceritakan tentangku kepadamu? adakah sedikit cerita yang baik mengenaiku?

ketahuilah, nak. aku selalu memikirkanmu, menjagamu dengan doa-doaku kepada-Nya. setidaknya dengan mendoakanmu, menjadi bukti bahwa aku tak terlalu menghianatimu sebagai ayah.

kini kau sudah fasih berbahasa, nak. aku selalu menantikan telepon darimu. kini kau sudah bisa bepergian sendiri, kurasa. aku menantikan kehadiranmu, sepanjang diriku masih berada.

suatu hari nanti, kau akan memahami siapa aku. sebenar-benarnya diriku. bukan siapa aku dari bualan-bualan segelintir orang disekitarmu.

kau akan mendapati arti diriku sebagai ayahmu, karena ayah akan tetap menjadi ayah, sampai kapanpun.

maafkan ayah, nak. sungguh, ini semua salahku.

aku menantikanmu, teleponmu, kehadiranmu.

 

#30HariLagukuBerbicara

Inspired by The Ataris – The Saddest Song

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada September 7, 2012 inci #30HariLagukuBercerita

 

Yang Lebih Pantas

sudah seminggu kami tak bertemu, dan selama itu pula ia tak pernah membalas pesan yang kukirimkan ke ponselnya, pun sekedar memberi kabar.

paska diopname selama satu minggu sebelumnya, ia kembali ke kota asalnya. mungkin berada di tengah keluarga akan membuat kondisinya cepat pulih.

“hey, maaf ya aku belum ngasih kabar sejak pulang ke rumah”

sebuah pesan singkat darinya. kenapa baru sekarang, fikirku. tak bisakah ia meluangkan waktunya sedikit untuk mengabariku? tak pernah aku menuntut banyak waktunya untuk berkomunikasi denganku, hanya ingin tahu kabarnya.

“iya, gapapa. kapan kamu ke sini lagi?” balasku.

“senin udah di sana lagi kok. nanti langsung ketemu ya, ada yang mau aku obrolin nih sama kamu”

Deg! perasaan macam apa ini? dadaku berdegup hebat.

“yuk! kangen juga aku ngobrol sama kamu, kan lama ga ketemu :)” balasku lagi.

sampai di sini, ia tak lagi membalas. sudah biasa, batinku.

***

“aku ke kosan kamu ya, tunggu di depan”

pesan singkat yang sangat singkat darinya, tak perlu balasan. belum habis sebatang rokok yang kuhisap, raut wajahnya muncul di hadapanku. raut wajah yang kurindukan selama seminggu ini. bukan faktor waktu yang membuatku merindukannya, tapi keganjilan entah apa, yang membuatku ingin sesegera mungkin bertemu dengannya, sesegera mungkin ingin mengetahui obrolan apa yang ia bawa.

“hey, kamu kok kayak ga keurus gitu sih? udah makan? udah mandi belom?” sambarnya seketika.

setelah menjawabnya dengan senyum, aku mengajaknya masuk.

***

terjadi adegan klasik seperti setiap pertemuan pertama setelah lama tak jumpa, penuh basa-basi. menanyakan kabar, apa yang dilakukan selama terpisah pandang, dan segudang pertanyaan tak penting lainnya.

dengan segala keresahan yang kutahan, juga penasaran yang mendesaknya dari belakang, aku menanyakan apa yang ingin ia obrolkan denganku.

lama terdiam, suaranya terdengar agak parau. terlihat bulir bening menggumpal di sudut matanya, yang kiri, juga kanan.

“kamu ga salah apa-apa, ini semua aku yang salah.”

apa ini? aku bertanya-tanya dalam hati. lalu ia meneruskan.

“kayaknya, kita sampe sini aja ya”

DEG! aku tersihir, diam. keras aku berfikir, mungkin aku berbuat salah. tapi apa? aku meyakini bahwa aku tak membuat kesalahan sama sekali, pun pengkhianatan. sesempurna mungkin aku mencintainya, melakukan apa-apa saja yang ia inginkan tanpa perintah, bahkan tak pernah aku membuatnya bersedih. tapi ada apa dengan ini semua? kenapa tiba-tiba ia seperti ini?

“maksudnya apa?” aku bertanya, pelan sekali.

selanjutnya, ada tangis yang pecah. sepasang mata menjadi mata air. deras, namun tenang suaranya.

ia merasa bahwa selama ini telah mengecewakanku, bersikap seenaknya, semaunya, tak terlalu menganggapku sebagai kekasihnya. semua sikapnya selama ini jelas kurasa, namun tak pernah bagiku mengeluhkannya.

bahkan ketika ia memintaku untuk jangan telalu mesra terhadapnya di hadapan seorang teman lelakinya yang menyukainya, aku tak apa. ia memintaku menjaga perasaan lelaki lain yang menyukainya.

bisa kalian bayangkan bagaimana perasaanku? lelaki mana yang mau menjaga perasaan lelaki lain yang mencintai kekasihnya sendiri?

namun semua ini kulakukan, dengan awalan yang berat, seperti ketika kau mendaki gunung dengan carrier bag ukuran 10kg yang menempel dipunggungmu. namun seiring perjalanan, beban itu semakin berkurang. perlahan beban carrier bag tersebut menghilang, kau pergunakan segala yang ada di dalamnya, bertahap. hingga saat kau tiba di puncaknya, tak ada beban lagi kau rasa. karena segala beban yang kau bawa, kini tak lagi ada.

segala macam argumen kugunakan untuk mendebatnya demi mempertahankan hubungan ini, termasuk siapa yang sebenarnya lebih berhak meminta menyudahi hubungan ini. secara logika jelas aku yang menang, tapi perempuan tak pernah kalah dalam urusan perasaan.

aku mengiyakan. kesedihan menyergapku, dari hati, hingga ke pikiran.

“tapi ga menutup kemungkinan, nanti, entah kapan, besok, minggu depan, bulan depan, atau bahkan tahun depan, aku yang akan minta kamu jadi kekasihku”

dia mengatakan itu dengan senyum, bisa-bisanya.

kalau memang seperti itu rencananya, lalu untuk apa hubungan ini diakhiri? toh nantinya akan kembali lagi. apa yang hendak kau cari? batinku merasa kesal, urat wajahku mulai tampak.

“aku minta sama kamu, tolong jaga perasaan sayang kamu ke aku ya. aku juga akan ngelakuin itu untuk kamu. kita kayak biasanya aja, kayak kemarin-kemarin waktu kita masih pacaran”

kalimat itu, apa namanya kalau bukan menggantungkan? aku diserang kegalauan. kepalaku mengangguk begitu saja. bodoh!

***

seminggu, kami masih berkomunikasi dengan baik, bahkan sikapnya lebih baik melebihi saat kami masih berpacaran. apa ini? perasaanku dibuat tak menentu, pekerjaanku kubiarkan berantakan. selemah inikah diriku?

minggu kedua dan seterusnya, semua tak lagi sama, semakin gelap.

kawan-kawan mulai mempertanyakan kinerjaku, bertanya kemana aku yang dulu.

hari-hariku semakin kacau, tak produktif, bahkan orang-orangan sawah lebih bermanfaat daripada diriku.

sekian lama waktu berlalu, aku menyadari tak mungkin seperti ini terus-menerus. aku punya kehidupan, bukan hidup dalam kematian seperti ini.

aku meyakini, banyak orang lain yang masih menyayangiku, dan akan ada orang lain yang lebih pantas menerima kasih sayangku. kini tiba waktunya, aku menghapuskan “kita” dari pikiranku, dari diriku.

karena menyayangi “kita”, lebih baik dari sekedar menyayangimu.

 

 

#30HariLagukuBercerita

inspired by : Someday – Nina

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada September 4, 2012 inci #30HariLagukuBercerita

 

Ane

         “sebelas januari

          bertemu menjalani kisah cinta ini

          naluri berkata engkaulah

          milikku…

“wooohoo!!” “hahahassiiik. gitu dong nyanyi!” serempak kawan-kawanku bersorak dan memuji setelah aku menyanyi. ya, di sebuah studio karaoke kelas luxury waktu itu. usai melakoni ujian salah satu mata kuliah praktik sidang.

tapi kemudian ada suara lain membisikiku. “iiih kamu, makasih ya udah nyanyiin ini buat aku. jadi terharu. hee” bercanda memang, aku tahu. namun hati ini bergejolak ketika ia mengatakan hal itu.

ya, ane namanya. teman kuliahku semenjak semester satu, namun belum lama akrab. mungkin baru 3 bulan belakangan ini, sejak mengambil mata kuliah praktik sidang tersebut. kini aku semester delapan.

tak pentinglah mengenai mata kuliah ini, juga mengenai jumlah semesterku yang sudah delapan. aku sedang memikirkan mengenai hatiku yang tetiba bergejolak begitu Ane berkata seperti itu.

pengakuanku pada kalian, aku sempat mengaguminya di tahun pertama kuliah. saat itu kami mahasiswa angkatan paling baru alias tahun pertama, tengah membentuk sebuah kepanitiaan untuk acara bakti sosial.

ketika sedang mengisi kolom nama pada absen calon panitia, ternyata ia mengamatiku.

“oh, Dhika ya namanya?” sambil tersenyum ia berkata demikian. pandanganku kosong sesaat, tersesat dalam pesonanya.

“kok malah bengong?”

“eh, nggak. hehe. nama kamu siapa?” aku balas bertanya.

“panggil aja Ane” jawabnya ramah.

itulah potongan pertemuan singkatku dengannya. bukan cinta pada pandangan pertama memang, tapi aku kagum dengan pesonanya. penampilannya biasa saja, tak ada yang spesial sebenarnya. namun entah kenapa hatiku seperti terjerat padanya.

maju lagi ke masa studiku yang sudah 8 semester. semester selanjutnya, kami sama-sama mengambil tugas akhir (baca=skripsi). meskipun begitu, pertemuan kami masih tetap intens karena sama-sama masih harus ke kampus saban hari untuk bimbingan singkat dengan pembimbing skripsi masing-masing.

pertemuan-pertemuan kecil kami yang saban hari itu ternyata menguatkan rasa kagumku yang sebenarnya sudah kuabaikan bersemester-semester yang lalu. pun aku telah memiliki pacar sebanyak 2 kali dalam kurun waktu tersebut. mungkin karena saat ini aku jomblo?

kebetulan, teman sma ku, Irawan, yang satu kampus denganku berpacaran dengan sahabat dekat Ane, Nilam namanya. sedikit banyak aku bercerita mengenai gejolak perasaanku atas Ane kepada Irawan.

namun belum juga semester sembilan rampung, aku mendapat kabar mengejutkan. Ane hendak menikah, dengan seorang pengusaha muda asal pulau borneo. tangan mulus Ane sendiri yang memberikannya undangannya padaku, pagi sebelum aku masuk ruang bimbingan skripsi.

sore setelah bersepeda berkeliling tanah rantau tempatku berkuliah, aku menemui Irawan. aku mengatakan padanya mengenai niatku untuk menyampaikan perasaanku pada Ane, sebelum ia benar-benar menikah dengan pengusaha muda asal borneo tersebut.

diluar pikirku, Irawan tak merestui niatku. padahal semasa sma ia selalu sejalan denganku, dengan apa yang kupikirkan atau hendak kulakukan.

gamang, terpaksa aku menguburnya rapat-rapat. layaknya mengubur bangkai yang memiliki bau busuk. semoga baunya tak tercium, pun oleh diriku sendiri. cih!

pikirku, tak ada salahnya aku menyampaikan perasaanku padanya yang sudah lama ini. sebelum ia menjadi isteri orang lain, dan menyebabkanku tak mungkin bicara mengenai perasaan lagi padanya.

malam sebelum pernikahan, Irawan dan Nilam menemuiku, duduk bertiga di kamar kosan berukuran 3 kali 4 meter. mereka, sesungguhnya bukan tak ingin aku menyampaikan perasaanku pada Ane.

mereka hanya tak ingin, jika nanti aku menyampaikan apa yang sebenarnya pada Ane mengenai perasaanku, pernikahannya akan dibatalkan. Ane juga menyukaiku, ternyata. Nilam menyerahkan surat-surat titipan Ane untukku, yang dibuat setelah dijodohkan, sebelum pernikahan. namun selama ini ia sembunyikan, karena enggan mendatangkan masalah.

malu pasti keluarga besarnya, terutama orantua Ane, juga orangtua calon suaminya. orangtua calon suaminya akan disalah-salahkan keluarga besar, dan menyimpan malu pada tetangga dan kerabat.

orangtua Ane akan disalah-salahkan oleh orangtua calon suaminya, juga keluarga besar. lalu rasa malu terhadap tetangga dan kerabat juga menghantui.

setelah itu Ane yang disalah-salahkan oleh orangtuanya, karena membatalkan pernikahan, hanya karena seorang mahasiswa belum lulus kuliah yang belum bisa memberikan apapun untuk penghidupan anaknya.

berat hatiku mendengar perkataan Irawan dan Nilam, namun mereka juga tak salah. aku yang akan salah jika memaksakan kehendakku.

tiba hari pernikahan, aku tak berkeinginan datang. tak sangguplah nanti mata ini membendung airnya.

bulan pertama tahun berikutnya, tepat tanggal sebelas, Ane dikarunia anak pertama. perlahan aku mengingat potongan masa lalu, di ruang karaoke kelas luxury.

        “sebelas januari bertemu

         menjalani kisah cinta ini

         naluri berkata engkaulah

         milikku…”

juga kata-kata Ane sesaat setelah aku menyanyikan lagu itu.

kini ia telah bahagia, pikirku. lalu aku merekam suaraku sendiri, dan mengirimkan melalui fitur voice note di aplikasi Black Berry Messenger-ku.

“ini untuk anakmu, suruh ia mendengarkan ketika sudah besar nanti :)”

itulah terakhir kali aku berkomunikasi dengan Ane, yang sudah berbahagia tentunya.

 

#30HariLagukuBercerita

inspired by Sebelas Januari – Gigi

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada September 1, 2012 inci #30HariLagukuBercerita

 

Cita-Cita Berbagi

Dari sekian banyak cita-cita,

ada yang belum kuusahakan,

yaitu berbagi segalanya denganmu.

Berbagi jalan pulang denganmu, akh tentu akan menyenangkan.

Berbagi ruang tamu yang sama tiap kali menjamu kawan lama, atau hanya sekedar tetangga, atau saudara-saudara kita.

Berbagi meja makan dengan posisi berhadapan denganmu, pasti banyak senyum yang tersaji di sana.

Berbagi ruang keluarga, untuk kita bercengkrama, hingga dengan anak-anak kita nantinya.

Berbagi cerita keseharian kita, ditemani semburat senja di balkon kamar kita.

Berbagi kamar tidur, dengan satu tempat tidur berukuran cukup untuk menjaga tubuh kita agar tak berbaring di lantai.

Berbagi ranjang denganmu, biar kujaga sepanjang malammu dalam lelap lelahmu.

Berbagi jadwal bermain dengan anak-anak kita di akhir pekan, agar kita tak lupa untuk mencintai mereka.

Berbagi hal-hal lainnya,

masih terlalu banyak yang ingin kubagi denganmu,

hingga nanti halaman ini takkan cukup kutulisi.

Ya, berbagi kehidupan denganmu lah cita-cita terbesarku.

Keinginan semi abadiku,

hingga nanti kutemukan kamu,

yang kumaksud di dalam syair tak berima ini.

 
2 Komentar

Ditulis oleh pada Juli 7, 2012 inci Uncategorized

 

Hello world!

Welcome to WordPress.com! This is your very first post. Click the Edit link to modify or delete it, or start a new post. If you like, use this post to tell readers why you started this blog and what you plan to do with it.

Happy blogging!

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada Juli 7, 2012 inci Uncategorized